Seminar di Ponpes Miftahussibyan, Guru Syamsul Beberkan Manfaat Peringati Hari Santri
MARTAPURA – Peran pesantren dalam berdirinya bangsa ini amat besar. Begitu kata Pimpinan Ponpes Miftahussibyan, KH. Syamsul Bahri Ardy dalam seminar yang digelar pesantren yang diasuhnya, Kamis (29/10).
Guru Syamsul menyebut, jauh sebelum Bangsa Indonesia berdiri, pondok-pondok pesantren sudah banyak berdiri. Artinya, pesantren menyumbang dalam banyak hal. Tidak hanya dalam hal pemikiran tapi juga aksi di lapangan.
Dalam mempertahankan berdirinya Indonesia yang baru seumur jagung, Rais Akbar NU KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 mengeluarkan resolusi jihad.
“Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardu ain (harus dikerjakan tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak) bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 kilometer tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi yang berada di luar jarak lingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardu kifayah (yang cukup kalau dikerjakan sebagian saja,” begitu bunyi Resolusi Jihad tersebut dikutip dari Tirto.id, Jumat (30/10).
Presiden Joko Widodo kemudian menjadikan hari bersejarah itu sebagai Hari Santri Nasional.
“Karena itu, sangat penting untuk memperingati hari santri,” ucap Guru Syamsul di seminar yang bertempat di aula Ponpes Miftahussibyan, Mandikapau, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar itu.
Agar para santri tahu, bahwa kaum santri terdahulu berjasa besar dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pada kegiatan yang sama, Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) Nadhlatul ulama Kalsel, H. Zainal Ilmi mengungkapkan, “Tahun 2020 mencapai 29 ribu lebih (pesantren) di Indonesia. Di Kalsel berjumlah 235 Ponpes. Namun Ponpes yang di bawah naungan RMI Nadhatul Ulama Kalsel ada 187 Ponpes.”
RMI Nadhtul Ulama Kalsel, kata H Zainal Ilmi, selalu menyalurkan bantuan-bantuan ke Ponpes-ponpes di seluruh wilayah Kalsel.
“Alhamdulillah bantuan-bantuan sudah mengalir ke 50 Ponpes di seluruh Kalsel. Semoga tahun depan akan terus mengalir,” tutupnya.
Reporter: Nur Syifa
Editor: Ibnu Syaifuddin