Hukum Eyelash Extension dan Menyambung Rambut Menurut Islam
Hukum Eyelash Extension dan menyambung rambut, boleh? Menarik untuk kita telaah. Karena saat ini salon dan klinik yang melayani perawatan bulu mata ini menjamur. Meski biayanya fantastis, peminatnya sangat banyak. Jangan-jangan isteri atau anak perempuan kita juga melakukannya. Nah lho.
Oleh: Khairullah Zain *)
Oke, sebagian kaum pria mungkin masih bingung dengan eyelash extension. Secara bahasa, extension berasal dari bahasa Inggris yang artinya perpanjangan, tambahan, sambungan. Eyelash extension berarti penambahan atau penyambungan untuk memperpanjang bulu mata.
Pernah lihat wanita yang anda kenal mendadak bulu matanya begitu indah? Lentik dan rapi? Nah, jangan-jangan itu karena ia melakukan eyelash extension.
Dalam melakukan eyelash extension, satu persatu atau tiap helai bulu mata palsu ditempelkan ke bulu mata asli dengan menggunakan perekat khusus. Eyelash extension akan menghasilkan bulu mata yang terlihat alami dan cantik. Orang yang baru kenal mungkin akan tertipu mengira bulu mata asli.
Berbeda dengan temporary lash, eyelash extension tidak bisa dilepas pasang. Ia akan bertahan sebagaimana bulu mata asli. Sehingga bangun tidur sekalipun, bulu mata akan tetap lentik, indah, dan rapi. Tidak perlu repot merias bulu mata lagi.
Ada beragam tipe bulu mata yang bisa dipilih ketika seorang wanita memutuskan untuk melakukan eyelash extension. Tentu saja memasangnya di salon atau klinik kecantikan.

Nah, bagaimana hukum eyelash extension menurut hukum Islam? Haram, makruh, apa boleh?
Hukum menyambung bulu mata atau Eyelash Extension secara spesifik memang tidak kita temukan dalam kitab-kitab klasik. Namun, pada prinsipnya, hal ini masuk dalam pembahasan umum tentang hukum menyambung segala macam rambut atau bulu.
Dalam sebuah hadits shahih, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anh Rasulullah ﷺ bersabda:
لَعَنَ اللهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
“Allah melaknat wanita penyambung rambut dan yang disambung rambutnya, wanita pembuat tato dan yang bertato.” (HR. Bukhari)
Laknat dari Rasulullah ﷺ dalam hadits diatas menunjukkan larangan keras terhadap penyambung rambut, baik yang bekerja menyambung rambut ataupun wanita yang disambungkan rambutnya. Rambut di sini bermakna semua jenis rambut yang tumbuh di badan manusia, baik rambut kepala atau lainnya. Termasuk bulu mata.
Kendati demikian, dalam hadits tersebut tidak dijelaskan penyambungan seperti apa yang dilaknat. Apa semua jenis penyambungan atau ada pengecualian? Apa alasan yang menyebabkan dilaknat?
Riwayat lain dari Jabir bin Abdillah Ra:
زَجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ تَصِلَ الْمَرْأَةُ بِرَأْسِهَا شَيْئًا
“Nabi ﷺ melarang wanita untuk menyambung rambut dengan sesuatu apapun.” (HR. Muslim)
Dalam hadits ini ada penjelasan, yaitu semua jenis penyambungan. Hal ini nampak pada redaksi “dengan sesuatu apapun”. Namun masih belum terjawab kenapa dilaknat.
Tentu saja kita tidak bisa memahami begitu saja secara tekstual hadits diatas. Kita juga perlu menelaah pendapat para ulama yang telah meneliti dan kemudian menghasilkan fatwa berdasarkan dalil-dalil agama.
Dalam Bujairmi ‘ala al-Minhaj:
وحاصله أن وصل المرأة شعرها بشعر نجس أو شعر آدمي حرام مطلقا سواء كان طاهرا أم نجسا من شعرها أو شعر غيرها بإذن الزوج أو السيد أم لا وأما وصلها بشعر طاهر من غير آدمي فإن أذن فيه الزوج أو السيد جاز وإلا فلا كما يؤخذ جميعه من م ر والشوبري
“Kesimpulannya, bahwa seorang wanita yang menyambung rambutnya, baik dengan rambut najis ataupun rambut manusia, haram secara mutlak. Baik rambut manusia tersebut suci ataupun najis, berasal dari rambutnya sendiri ataupun dari rambut orang lain, mendapat izin dari suami (bagi wanita bersuami) dan tuan (bagi budak wanita) ataupun tidak. Adapun wanita yang menyambung rambutnya dengan (bahan) rambut (palsu) yang suci, bukan rambut manusia, maka jika telah diizinkan oleh suaminya atau tuannya, boleh. Bila tidak maka tidak boleh (haram).”
Dalam Hasyiyah Jamal ‘ala Syarh Al Minhaj:
حاصل مسألة وصل الشعر أنه إن كان بنجس حرم مطلقا وإن كان بطاهر فإن كان من آدمي ولو من نفسها حرم مطلقا وإن كان من غير آدمي فيحرم بغير إذن الزوج ويجوز بإذنه ا هـ شيخنا
“Kesimpulan masalah (hukum) menyambung rambut, bahwa bila dengan najis maka haram secara mutlak. Bila dengan yang suci, maka bila (bahannya) berasal dari rambut manusia, walaupun rambutnya sendiri, haram secara mutlak. Bila (bahannya) bukan berasal dari rambut manusia, maka haram kalau tanpa izin suami, dan boleh dengan seizin suami”.
Mungkin ada yang heran dan ingin menanyakan, kenapa wanita yang bersuami diperbolehkan menyambung rambut dengan seizin suaminya? Nah, mari kita telusuri “maqashid” alias tujuan tersirat dari diharamkannya menyambung rambut ini. Kelak akan terjawab, kenapa dilaknat.
Imam Ar-Rafi’i (wafat 623 H) dalam Syarh Al Kabir (Fath Al ‘Aziz Syarh Al Wajiz):
أما شعر غير الادمى فينظر فيه الي حال المرأة ان لم يكن لها زوج ولا سيد فلا يجوز لها وصله للخبر ولانها تعرض نفسها للتهمة ولانها تغر الطالب
“Adapun (menyambung) rambut selain dengan (rambut) manusia, maka dipandang kondisi perempuan (yang menyambung rambutnya). Bila tidak memiliki suami dan tidak dimiliki tuan (karena berstatus budak), maka tidak boleh menyambung rambut, karena adanya hadits (yang melarang). Dan karena menyiapkan dirinya untuk (menerima) fitnah dan karena membuat orang yang beminat (memperisteri) tertipu.”
Namun dalam hal ini terjadi silang pendapat. Apakah larangan menyambung rambut bermakna haram ataukah makruh?
Menurut Syekh Abu Hamid alias Syekh Ahmad bin Muhammad bin Ahmad Al Isfarayayni (344 – 406 H), seorang guru besar Madzhab Syafi’i aliran Iraq, larangan menyambung rambut ini makruh bukan haram. Sementara, menurut Qadhi Yusuf bin Ahmad bin Kajj (wafat 405 H) dan mayoritas ulama, hukumnya haram.
Perbedaan pendapat lahir dari perbedaan memaknai redaksi hadits. Ada yang memaknai larangan dalam hadits karena (mungkin pada zaman dahulu) menyambung rambut dengan najis. Ada yang memaknai larangan karena menipu dan hal ini hanya terjadi bila menyambungnya hanya dengan bahan rambut asli dan terhadap orang yang tidak bersuami.
Bila beberapa hal tersebut terjadi, maka ulama sepakat hukum menyambung rambut haram. Namun, bila bahannya bukan rambut asli dan tidak najis maka ada yang mengatakan tidak haram.
Hal ini bisa kita lihat dalam redaksi berikut:
وذكر الشيخ ابو حامد وطائفة انه يكره ولا يحرم والاول اظهر وبه قال القاضي ابن كج والاكثرون
Kemudian, bila kondisi perempuan memiliki suami atau tuan (bagi budak), maka tidak boleh menyambung tanpa izinnya. Karena hal yang demikian itu menipu dan membuat samar atasnya. Namun bila dengan seizinnya (suami atau tuan) maka ada dua pendapat: Tetap dilarang, karena keumuman (larangan dalam) hadits. Namun (pendapat) yang lebih kuat boleh, sebagaimana (bolehnya) seluruh jalan berhias untuk menarik cinta suami. Hal ini bisa dilihat dalam redaksi berikut:
فان كان لها زوج أو سيد فلا يجوز لها الوصل بغير اذنه لانه تغرير له وتلبيس عليه وان وصلت باذنه فوجهان (احدهما) المنع ايضا لعموم الخبر (واقيسهما) واظهرهما الجواز كسائر وجوه الزينة المحببة الي الزوج
Pendapat ini diperdebatkan. Bukankah seorang suami pasti sudah mengetahui kondisi asli isterinya? Sehingga bila terjadi perubahan isterinya mendadak lebih cantik, pasti karena perawatan.
Nah, dalam hal ini Syekh Abu Hamid (Al Isfarayayni) dan para pengikutnya mengatakan tidak haram dan tidak makruh bagi seorang perempuan yang mempunyai suami atau tuan menyambung rambutnya, baik telah mendapat izin ataupun tidak.
وقال الشيخ أبو حامد ومتبعوه لا يحرم ولا يكره إذا كان لها زوج ولم يفرقوا بين أن ياذن أو لا ياذن
Sayangnya pendapat Syekh Abu Hamid ini tidak mendapat dukungan dari generasi pengikut madzhab Syafi’i berikut, sehingga dipandang lemah.
Dengan demikian, persoalan hukum menyambung rambut, termasuk hukum eyelash extension ini bisa disimpulkan:
Pendapat kuat, dimotori Qodhi Abu Yusuf Ibn Kajj:
- Hukum menyambung rambut (termasuk juga hukum Eyelash Extension) dengan rambut najis dan menyambung dengan rambut manusia, walau rambutnya sendiri, haram secara mutlak.
- Hukum menyambung rambut dan Eyelash Extension dengan rambut palsu yang bahannya tidak najis, maka bila seizin suami hukumnya boleh. Bila tidak maka haram.
- Penyebab larangan atau dilaknat karena mengandung unsur tipuan atau karena najis.
Pendapat lemah, dimotori Syekh Abu Hamid Al Isfarayayni:
- Hukum menyambung rambut dan Eyelash Extension dengan bahan yang bukan najis dan bukan bahan rambut manusia asli, makruh.
- Hukum menyambung rambut dan Eyelash Extension bagi wanita yang bersuami atau budak yang dimiliki seorang tuan, tidak haram dan tidak makruh, baik seizin suami/tuannya ataupun tidak.
- Penyebab larangan atau dilaknat karena najis atau karena unsur tipuan.
Nah, untuk lebih aman alias tidak terjebak dalam khilafiyah (silang pendapat) tentang hukum eyelash extension, pilih saja pendapat yang melarang bila tak seizin suami. Toh sekalian minta izin juga bisa minta dananya ke suami kan?
Baca Juga: Sholat Wanita dengan Dagu Terbuka, Tidak Sah?
Baca Juga: Hukum Memakai Kerudung Lipat dan Tonjolan Payudara Terlihat.
*) Penulis adalah alumnus Jurusan Fiqihiyyah Ma’had’Aly Darussalam Martapura.