Orang Awam Berpakaian Menyerupai Ulama, Apa Hukumnya?

Banua.co, Sebagian orang mungkin ada yang berpendapat, sah-sah saja orang awam berpakaian menyerupai ulama, sebagai bukti mereka mencintai ulama. Tidak mampu menjadi ulama, minimal menyerupai mereka dalam hal berpakaian adalah tanda cinta. Benarkah demikian?

Mereka berdalil hadits Rasulullah SAW:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Siapapun menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari mereka”. (HR Abu Daud No. 4031)

Al Alqami, sebagaimana dikutip dalam ‘Aunul Ma’bud (VII/253), ketika menjelaskan hadits ini mengatakan:

أَيْ مَنْ تَشَبَّهَ بِالصَّالِحِينَ يُكْرَمْ كَمَا يُكْرَمُونَ وَمَنْ تَشَبَّهَ بِالْفُسَّاقِ لَمْ يُكْرَمْ وَمَنْ وُضِعَ عَلَيْهِ عَلَامَةُ الشُّرَفَاءِ أُكْرِمَ وَإِنْ لَمْ يَتَحَقَّقْ شَرَفُهُ

“Maksudnya siapa yang meniru orang-orang shalih maka dia akan dimuliakan sebagaimana orang-orang shalih dimuliakan. Siapa yang menyerupai orang fasiq maka dia tidak akan dimuliakan. Siapa yang disematkan pada dirinya tanda orang-orang mulia maka dia akan dimuliakan, walau tidak benar kemuliaannya.”

Penjelasan Al Alqami diatas tidak memperjelas hukumnya, hanya tentang bahwa bila kita menyerupai suatu golongan akan mendapatkan apa yang didapat oleh golongan tersebut. Menyerupai orang mulia akan mendapatkan kemuliaan, demikian pula sebaliknya.

Namun, tentu saja ini dikembalikan lagi kepada ranah penilaian. Di dunia, di mana pandangan manusia terbatas pada lahiriah, maka sesiapa menyerupai secara lahiriah suatu golongan ia akan dianggap bagian dari golongan tersebut. Sementara di akhirat, di mana yang dipandang adalah batiniah, maka sesiapa yang menyerupai secara batiniah suatu golongan, ia akan dianggap bagian dari mereka.

Bagaimana dengan orang awam yang berpakaian menyerupai ulama, apa hukumnya?

Sejatinya, permasalahan pakaian yang mencirikan secara khusus ini tidak dikenal di zaman Nabi. Dahulu semua orang Arab pakaiannya sama saja. Yang membedakan hanya bahan dan nilainya. Antara Nabi dengan Abu Jahal sama-sama memakai gamis dan serban. Tidak ada pencirian khusus.

Namun, di generasi belakang muncul perbedaan-perbedaan dan pencirian khusus dalam hal pakaian. Ada pakaian yang mencirikan khusus keulamaan. Bahkan, di generasi lebih modern, pakaian menunjukkan profesi. Pakaian dinas istilahnya.

images 2020 11 28T070819.047 - Orang Awam Berpakaian Menyerupai Ulama, Apa Hukumnya?
Peci khas Azhari, yaitu mahasiswa ataupun alumni Al-Azhar.

Dalam kitab Tanwiru al Quluub (hal. 99), Syekh Muhammad Amin al Kurdi menuliskan:

ومن البدع توسيع الثياب والأكمام لكنه مكروه لا حرام إلا ما صارشعارا للعلماء فيندب لهم ليعرفوا ويحرم على غيرهم التشبه بهم في ذلك لئلا يغتر بهم فيستفتوا فيفتوا بغير علم كما أنه يحرم على من ليس بصالح التزيي بزي الصالحين ليغر غيره  

“Termasuk diantara bid’ah adalah meluaskan pakaian dan lengan baju. Tetapi (bid’ah ini) hukumnya makruh, bukan haram. Kecuali pakaian yang telah menjadi khas ulama, maka disunnahkah (memakai pakaian tersebut) bagi mereka (ulama). Supaya mereka dikenal (keulamaannya). Dan diharamkan bagi selain mereka menyerupai mereka dengan demikian itu (pakaian), supaya tidak samar dengan mereka (dan membuat orang salah mengira). Maka (dengan kemiripan pakaian tersebut) mereka diminta fatwa dan berfatwa tanpa ilmu. Sebagaimana haram pula atas yang bukan orang shalih berpakaian dengan pakaian orang-orang shalih untuk menipu (pandangan) orang lain”.

Poin dari penjelasan Syekh Amin al Kurdi ini sangat jelas, yaitu mempertegas garis perbedaan agar tidak sampai terjadi salah paham di kalangan awam. Apalagi biasa terjadi penampilan berupa pakaian ini digunakan memang untuk menipu pandangan awam. Toh andai benar-benar mau meniru atau menyerupai orang shalih, kenapa tidak dengan akhlaknya? Bukankah hal tersebut yang bermanfaat di akhirat? Tentu saja, hal ini tidak menarik bagi orang yang mengincar keuntungan duniawi.

Menurut anda?

Baca Juga: Sholat Wanita dengan Dagu Terbuka, Tidak Sah?

Penulis: Khairullah Zain.

Editor: Shakira.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *