Belajar Pada Adab Tuan Guru Dachlan Cantung
Etika dan adab Guru Cantung atau Tuan Guru Haji Muhammad Dachlan bin Achmad Abbas sangat masyhur di kalangan para santri Sekumpul. Cerita tentang bagaimana Guru Cantung menjaga adab dan etika seolah legenda bagi orang orang yang tidak pernah menyaksikan secara langsung.
Oleh: Khairullah Zain *)
Memenuhi undangan untuk membacakan Manaqib Abah Guru Sekumpul sekaligus taushiah pada Peringatan Haul Abah Guru Sekumpul ke-16 yang dilaksanakan oleh warga Angsana, saya bersama rombongan menyempatkan diri berziarah ke makam seorang ulama yang dikenal memiliki adab yang sangat tinggi, Guru Cantung.
Etika dan adab Guru Cantung atau Tuan Guru Haji Muhammad Dachlan bin Achmad Abbas sangat masyhur di kalangan para santri Sekumpul. Cerita tentang bagaimana Guru Cantung menjaga adab dan etika seolah legenda bagi orang orang yang tidak pernah menyaksikan secara langsung.
Para alumni ‘Pondokan Sekumpul’ (santri yang mukim di sekitar komplek Abah Guru Sekumpul) pasti tidak melupakan bagaimana adab Guru Dachlan Cantung yang tidak berani memakai sandal bila memasuki komplek Ar Raudhah. Iya, baru mau masuk komplek beliau sudah melepaskan kedua sandalnya. Demi menjaga adab terhadap Abah Guru Sekumpul.
Suatu kali, seorang teman yang mengenali Guru Cantung melihat beliau jalan kaki keluar dari komplek Ar Raudhah. Teman yang kebetulan naik sepeda ini segera berhenti dan mendekati Guru Cantung seraya menawarkan untuk membonceng beliau. Oleh Guru Cantung ditolak secara halus, “Tidak usah,” ujarnya.
Namun teman ini terus meminta agar Guru Cantung mau diboncengnya. Akhirnya, dengan bijak beliau berkata, “Kalau memang kau mau membonceng, tunggu aku nanti di simpang empat (seratusan meter dari gerbang komplek Ar Raudhah).”
Rupanya beliau tidak mau menaiki kendaraan bila masih di kisaran komplek Ar Raudhah.
Kisah adab Guru Dachlan Cantung terhadap Abah Guru Sekumpul ini mengingatkan kita pada Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang tidak mau menaiki kendaraan dan buang hajat di kota Madinah, karena menghormati adanya jasad Rasulullah shallallahu ‘alaih wa aalih wa sallam di dalamnya.
Ketika Abah Guru Sekumpul memberikan musalsal mushafahah, mu’anaqah, musyabakah, dan libasul khirqah kepada murid dan muhibbinnya, Guru Cantung adalah orang pertama yang menyuruh orang orang dekatnya agar bila turut mengambil musalsal tersebut jangan lupa untuk membawa dan memberikan hadiah untuk Abah Guru Sekumpul.
Kala itu, Haji Mailani –yang kelak di makamkan di pemakaman Al Mahya, belakang kubah Abah Guru Sekumpul- seorang pengusaha dari Batulicin ingin mengambil musalsal mushafahah dan lainnya kepada Abah Guru Sekumpul, disarankan oleh Guru Cantung agar membawa hadiah untuk dipersembahkan kepada beliau.
Berawal dari yang dilakukan Haji Mailani inilah kemudian mereka yang mengambil musalsal turut membawa dan mempersembahkan hadiah kepada Abah Guru Sekumpul.
Simak Lanjutannya, Klik di Sini.
Mudahan dapat syafaat sidin aamiin jazakumullah khaira aamiin