Ketika Abu Yazid Al Busthami Harus Memilih

Abu Yazid Al Busthami adalah salah seorang sufi yang dikenal dengan makam kewalian yang sangat tinggi. Para ulama menyebutkan bahwa dia menduduki maqam ‘Quthbul Ahwal’.

Diceritakan kembali oleh: Khairullah Zain.

IMG 20200822 WA0044 1 150x150 - Ketika Abu Yazid Al Busthami Harus MemilihKisah adab Syekh Abu Yazid Al Busthami ini sangat terkenal, beberapa ulama menceritakan dalam kitab-kitab mereka, termasuk di antaranya Syekh Fariduddin Al Aththar dalam Tadzkiratul Awliya (Mengenang Para Wali).

Abu Yazid Al Busthami adalah salah seorang sufi yang dikenal dengan makam kewalian yang sangat tinggi. Para ulama menyebutkan bahwa dia menduduki maqam ‘Quthbul Ahwal’. Hal ini karena segala kondisi spiritual yang akan ditemui pada salik (penempuh jalan menuju Tuhan) sudah terlebih dahulu dilewati oleh Syekh Abu Yazid. Beliau peretas jalan kesufian.

Syekh Abu Yazid Al Busthami hidup pada rentang tahun 804 H/188 M hingga 261 H/875 M. Beliau dilahirkan di Bistham (Bustham), di kawasan tenggara Iran (Persia). Karena itulah gelar Al Bisthami (orang Bistham) disematkan padanya.

Nama lahir Abu Yazid adalah Thaifur bin Isa bin Surusyan. Setelah menikah dan mempunyai anak bernama Yazid, barulah dia dikenal dengan panggilan ‘Abu Yazid’ (bapaknya Yazid). Dalam bahasa Persia, sering ditulis dengan Bayazid.

Secara garis keturunan, Abu Yazid Al Busthami berasal dari keturunan beragama Majusi. Ayahnya yang bernama Isa dan Kakeknya Surusyan diceritakan dulunya adalah penganut agama Majusi yang kemudian masuk agama Islam.

Sebagai seorang sufi besar dan Wali Qutb, Syekh Abu Yazid Al Busthami membuktikan bahwa untuk menjadi kekasih Allah bisa berasa dari keturunan siapa saja. Karena kedudukan di sisi Allah berdasarkan ketakwaan, bukan silsilah keturunan. Berbeda dengan kedudukan di mata manusia yang kadang lebih mengutamakan nasab keturunan.

 

makam abu yazid al busthami - Ketika Abu Yazid Al Busthami Harus Memilih
Kubah Makam Syekh Abu Yazid Al Busthami di Iran

Diceritakan dalam Tadzkiratul Awliya, Thaifur kecil diserahkan kepada seorang guru oleh orangtuanya untuk belajar Al Qur’an. Hingga suatu hari, pelajaran sampai pada ayat 14 surah Luqman:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.”

Ayat tersebut menggetarkan Thaifur. Dia diperintahkan agar berterimakasih kepada Allah dan kepada kedua orangtuanya. Dirasakannya, ini sebuah perintah yang sangat berat.

Karena gelisahnya tidak jua reda, Abu Yazid kemudian minta izin kepada gurunya untuk pulang menemui orangtuanya.

Melihat putranya pulang, ibu Thaifur heran, gerangan apa yang terjadi. Dia menampak gelisah di wajah putra kinasihnya.

Baca Kelanjutannya, Klik di Sini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *