Paribasa Banua Banjar: Sudah Tamakan Cikram
Cikram, tidak lagi sebatas ikatan hubungan sosial ekonomi, tapi sudah menjadi bagian dari strategi politik untuk membungkam, membeli pihak-pihak yang berpotensi menghalangi tujuan politik itu sendiri. Pada ranah itu, cikram dapat berupa politik uang.
Oleh: Noorhalis Majid
Tidak berdaya, karena sudah menikmati sebagian dari harta atau materi orang lain. Ingin menolak – tidak setuju atau protes, namun sudah mendapatkan fasilitas yang orang lain tidak mendapatkannya. Bahkan tidak kuasa menolak karena sebagian sudah menjadi hak orang lain, itulah makna sudah tamakan cikram.
Sudah termakan uang muka – panjar atau tanda jadi, begitulah kira-kira arti harfiahnya. Cikram, merupakan tanda pengikat suatu hubungan – baik berupa uang muka, atau pun bentuk simbol lainnya yang mewakili keseriusan ikatan hubungan tersebut. Dalam kebudayaaan Melayu, cikram dimaknai sebagai barang antaran dalam proses pertunangan – pengikat hubungan. Bentuknya bisa berupa sirih pinang, sebagai tanda keseriusan pihak laki-laki kepada pihak perempuan.
Dalam kebudayaan Banjar, cikram dimaknai sangat luas, bukan sebatas tanda keseriusan ikatan pertunangan, namun juga hubungan ekonomi – perdagangan, transaksi jual-beli dan ikatan hubungan lainnya terkait hak dan kewajiban para pihak.
Kebaikan berupa bantuan, santunan dan sebagainya yang menggambarkan kedermawanan, bila di balik itu ada motivasi untuk mengikat hubungan, juga dianggap sebagai cikram. Penguasa atau pengusaha yang memberikan berbagai bentuk kebaikan pada satu komunitas masyarakat, saat ia melakukan hal yang berpotensi merugikan masyarakat dan lingkungan, sudah tidak dapat ditolak atau dilawan lagi, karena sudah menikmati kebaikannnya.
Bukan hanya masyarakat, bahkan kampus, tokoh masyarakat, tokoh agama, budayawan, media dan pihak-pihak yang dianggap paling rasional sekalipun, ketika sudah mendapat berbagai bantuan dari penguasa atau perusahaan, sudah tidak dapat indevenden lagi, terikat dengan konsekuensi dari bantuan-bantuan tersebut – tidak bisa bersuara. Cikram, tidak lagi sebatas ikatan hubungan sosial ekonomi, tapi sudah menjadi bagian dari strategi politik untuk membungkam, membeli pihak-pihak yang berpotensi menghalangi tujuan politik itu sendiri. Pada ranah itu, cikram dapat berupa politik uang.
Ungkapan ini memberikan pelajaran, kalau sudah termakan milik orang lain, baik berupa bantuan, santunan dan sebagainya yang memiliki tujuan dan motivasi tertentu, maka sulit menolak, walau bertentangan dengan keinginan, komitmen dan prinsif. Sekali pun tahu bahwa hal tersebut salah, akan berusaha mencari argumen pembenar, sebab sudah tamakan cikram. (nm) (#inspirasi by budi dayak).
Baca Juga Paribasa Banua Banjar: Harang Habis, Panggangan Kada Masak.