Paribasa Banua: Bagung Jadi Raja, Baras Dihampalas

Paribasa Banua ini meminjam cerita dan tokoh pewayangan. Bagong jadi raja, beras saja diempelas, begitu arti harfiah “Bagung jadi raja, baras dihampalas”. 

Oleh: Noorhalis Majid

Screenshot 20210331 074156 1 150x150 - Paribasa Banua: Bagung Jadi Raja, Baras DihampalasMentang-mentang berkuasa, sesuka hati memerintah. Arogansi, kesewenang-wenangan, dilakukan kepada semua orang, begitu sesuka dan sekehendak hatinya, terkadang yang tidak masuk akal disuruh pula untuk dikerjakan, itulah yang dimaksud bagung jadi raja, baras dihampalas.

Bagong jadi raja, beras saja diempelas, begitu arti harfiah paribasa banua “Bagung jadi raja, baras dihampalas”. Cerita dan tokoh pewayangan ini dipinjam menyindir fenomena kepemimpinan.

Tentu sekarang ini, peluang menjadi pemimpin terbuka lebar pada siapa saja. Demokrasi memberi kesempatan kepada semua yang merasa mampu dan memiliki hak politik mencalonkan diri. Tidak harus keturunan darah pemimpin atau bangsawan, orang biasa pun kalau merasa mampu dipersilahkan.

Sayangnya, ada saja yang tidak mengukur dan menakar kemampuan diri, lalu membajak demokrasi dengan finansialnya. Semua mekanisme dan prosedur demokrasi, dibeli guna memuluskan jalan menuju tampuk kepemimpinan.

Walhasil, terpilihlah pemimpin yang tidak berkualitas, tidak tahu tugas dan fungsi, dan tidak mampu memerankan diri sebagaimana janji demokrasi. Tidak ada yang dapat protes, karena semua sudah dibeli dan harus menanggung akibat serta konsekuensinya.

Jauh sebelum fenomena dibajaknya demokrasi, kebudayaan mengingatkan, bahwa besar resiko kalau pemimpin yang terpilih tidak berkualitas.

Karenanya, selain masyarakat pemilih harus tahu dan sadar siapa yang akan dipilihnya, orang-orang yang memiliki kesempatan mencalonkan diri, juga hendaknya mengukur dan menakar kemampuan diri, apakah memiliki kopetensi memimpin atau tidak. Jangan hanya ingin, tapi tidak mampu. Sebab, sekali pun tampuk kepemimpinan itu bisa diraih, dampaknya berujung merugikan masyarakat banyak.

Kesadaran mengukur potensi diri dan tanggungjawab dalam memilih, mungkin itulah point penting yang tersirat dalam ungkapan ini. Jangan mentang-mentang memiliki sumber daya, mengumbar nafsu merebut posisi-posisi tampuk kepemimpinan hanya untuk gengsi dan status sosial. Jabatannya saja yang mentereng, namun tidak mampu dimanfaatkan untuk melakukan perubahan dan perbaikan.

Paribasa Banua “Bagung jadi raja, Baras dihampalas” ini memberikan pelajaran, kalau pemimpin yang terpilih tidak berkualitas, berpotensi tidak menjalankan tugas dan fungsinya, arogansi, sewenang-wenang.

Pada saat itu, jangan heran lahir kebijakan yang aneh-aneh – tidak dibutuhkan masyarakat, sebab bila bagung jadi raja, baras dihampalas. (nm)

Simak Paribasa Banua lainnya: Sudah Tamakan Cikram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *