Gelar Dialog Kebangsaan, PMII Banjarbaru Upayakan Cegah Paham Intoleransi

Banua.co, Banjarbaru – Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Banjarbaru (PC PMII Banjarbaru) menggelar dialog kebangsaan pada Sabtu (07/08/2022).

Kegiatan dialog kebangsaan yang diikuti perwakilan seluruh mahasiswa Perguruan Tinggi, OKP tingkat Pelajar, Mahasiswa dan Pemuda se-Kota Banjarbaru ini digelar PMII Banjarbaru dengan menggandeng Polda Kalsel, Kanwil Kemenag, dan FKPT.

“Dialog kebangsaan kami gelar guna mencegah penyebaran paham intoleransi, radikalisme dan terorisme kepada kalangan pelajar, mahasiswa dan generasi muda di Provinsi Kalimantan Selatan wabil khusus di Kota Banjarbaru,” ucap Hizatul Istiqomah, Ketua Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Banjarbaru.

IMG 20220807 WA0002 1024x682 - Gelar Dialog Kebangsaan, PMII Banjarbaru Upayakan Cegah Paham Intoleransi

Kasubdit Kamneg Polda Kalsel, Kompol Paryoto S Sos M IKOM, mewakili Direktur Interkam Polda Kalsel menyampaikan bahwa kondisi penyebaran paham intoleransi, radikalisme, dan terorisme sudah mulai bergejala.

“Adanya kelompok ormas Khilafatul Muslimin yang saat ini tersebar di tiga Kabupaten yakni Kabupaten Tapin, Tanah Bumbu dan Kotabaru adalah gejala penyebaran. Penyebaran paham intoleransi, radikalisme dan terorisme dilakukan secara konvensional dan digital,” terangnya.

Paryoto mengharapkan, dengan adanya dialog kebangsaan yang digelar PMII Banjarbaru ini, dapat menjadi daya tangkal penyebaran paham tersebut dilingkungan kampus.

“Kami mengharapkan kegiatan ini dapat membangkitkan mahasiswa bersama pemerintah dalam mencegah penyebaran paham yang bertentangan dengan empat pilar kebangsaan,” harapnya.

Menurutnya, pemuda dan mahasiswa menjadi sasaran penyebaran paham terorisme karena masih labil serta mencari jati diri.

Sementara, Kabid Papkis Kanwil Kemenag Kalsel, H A Sawiti menyampaikan pentingnya menggaungkan moderasi beragama.

“Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini,” paparnya.

Menurut Sawiti, menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Menjadi moderat bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan.

“Keliru jika ada anggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan ajaran agamanya,” tegasnya.

Karena pentingnya keberagamaan yang moderat bagi umat beragama, Sawiti berharap agar menyebarluaskan gerakan moderasi beragama ini.

“Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, dan pertikaian. Kerukunan baik dalam umat beragama maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi kondusif dan maju,” tutupnya.

Penyebab Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme

Muhammad Hafizh Ridha SH, selaku Kabid Pemuda dan Pendidikan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Kalimantan Selatan mengungkapkan bahwa sasaran strategis pelaku teror saat ini diantaranya adalah menimbulkan pertentangan dan radikalisme di tengah-tengah masyarakat.

“Perbedaan cara pandang terhadap sebuah teks itu menyebabkan sikap-sikap eksklusif dan perilaku-perilaku destruktif serta melahirkan adanya klaim kebenaran (truth claim) yang eksklusif, sehingga selalu ada pembenaran dari apa yang mereka lakukan, baik bersifat pragmatis, ideologis, atau keagamaan,” jelas Hafizh.

“Idzaa zaada nadzrurrajuli wattasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi. Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain,” terangnya mengutip statement seorang ulama besar, Syaikh Said Al Yamani.

Menurut Hafizh, negara ini punya kunci kebersamaan yang menjadi dasar yaitu Kebhinekaan, Bhinneka Tunggal Ika. Bagaimana panjang lebarnya dijelaskan dengan poin akhir bahwa kita berbeda tapi satu kesatuan.

“Oleh sebab itu, mencintai negara ini menjadi kewajiban, termasuk juga di dalamnya merawat serta menjaganya sebagaimana di ajarkan oleh para masyayikh dan guru kita bahwa Hubbul Wathan Minal Iman. Cinta Tanah Air Sebagian Dari Iman,” tegasnya.

Hafizh beralasan, mencintai tanah air, negara ini tidak lain dan tidak bukan untuk kebaikan kita bersama. Karena disinilah kita dilahirkan, tumbuh dan berkembang sehingga cinta ini benar dan harus kita jaga dengan baik pula.

“Kalau bukan kita generasi muda, lalu pada siapa lagi mandat ini akan diserahkan?” Pungkasnya.

Dialog kebangsaan yang mengangkat tema “Pencegahan Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme pada Mahasiswa serta Generasi Muda dalam Bingkai Kebinekaan untuk mewujudkan Stabilitas Kamtibmas” ini bertempat di Aula Gawi Seberataan Pemerintah Kota Banjarbaru.

Editor: Shakira.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *