Imam Ali Al Uraidhi, Leluhur Habaib Hadhramaut
Imam Ali Al Uraidhi menggenggam janggutnya, seraya berkata, “Bila Allah tidak memberikan keahlian kepada orang tua ini, dan memberikan keahlian pada pemuda itu, memposisikannya sesuai posisinya, apakah aku harus mengingkarinya? Aku berlindung kepada Allah dari apa yang kalian katakan!”.
Oleh: Khairullah Zain
Bila hari ini kita mengenal para habaib di Hadhramaut dengan berbagai klan/marga, maka sejatinya rumpun mereka umumnya bersumber dari Imam Ali Al-‘Uraidhi bin Imam Ja’far As Shadiq bin Imam Muhammad Al Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Husein, putera Sayyidatina Fathimah binti Sayyidina Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaih wa aalihi wa sallam.
Dalam manaqib sebelumnya, disebutkan bahwa menurut kitab Syamsuzh Zhahirah, Imam Ja’far ash-Shadiq yang wafat tahun 148 H. (765 M.) meninggalkan 13 putera dan 7 puteri. Di antara mereka, yang memiliki sambungan keturunan hingga saat ini, yaitu: Muhammad Al Akbar diberi laqab/gelar Ad Dibajah, Ishaq diberi laqab Al Mu’tamin, Musa Al Kazhim, dan yang paling muda Ali Al Uraidhi.

Imam Ali Al Uraidhi dilahirkan di kota Madinah. Namun kemudian beliau memilih tinggal di sebuah lembah pinggiran kota Madinah yang bernama Uraidh. Karena itulah gela Al Uraidhi (orang Uraidh) dinisbahkan kepadanya.
Ketika ayahnya wafat, Ali Al ‘Uraidhi masih kecil. Karenanya, dia tidak sempat mengambil ilmu kepada ayahnya. Catatan tentang kapan lahirnya Ali Al Uraidhi tidak bisa ditemukan. Para ulama ahli sejarah, seperti Syekh Ibn Hajar Al ‘Asqallani, Adz Dazahabi dan Ibn ‘Imad hanya menyebutkan tahun wafatnya, yaitu pada tahun 210 H.
Karena tidak sempat belajar kepada ayahnya, Imam Ali banyak menerima ilmu dari saudaranya, Imam Musa Al Kazhim dan saudaranya yang lain. beliau juga mengambil ilmu kepada sepupunya, Imam Husein bin Zaid bin Imam Ali Zainal Abidin.
Tidak terbatas kepada kalangan ahlul bait, Ali Al ‘Uraidhi juga mengambil warisan datuknya kepada para ulama kalangan non ahlul bait. Di antaranya kepada Imam Sufyan at Tsauri.
Imam Ali Al Uraidhi termasuk orang yang menghindari ketenaran. Beliau menyibukkan dirinya hanya dengan ibadah dan sangat menghindari melakukan sesuatu yang bakal membuatnya terkenal. Kendati demikian, masih bisa ditemukan jejak hadits-hadits yang diriwayatkan olehnya. Beberapa ulama hadits bisanya menyebutkan dalam kitabnya dengan, ‘dari Ali bin Ja’far bin Muhammad’.
Imam Ali Al Uraidhi juga dikenal sangat rendah hati. Beliau sangat memuliakan orang-orang yang berilmu. Beliau tidak segan mencium tangan orang yang lebih muda usianya namun dalam pandangannya lebih berilmu.
Diceritakan oleh Muhammad bin Hasan bin ‘Ammar, suatu kali ia duduk di samping Ali Al Uraidhi dalam Masjid Madinah. “Memang sudah sejak dua tahun aku selalu di sampingnya, untuk mencatat ilmu yang pernah dia pelajari dari saudaranya,”ujarnya.
Tiba-tiba datang Imam Muhammad Al Jawwad bin Imam Ali Ar Ridha bin Imam Musa Al Kazhim, cucu saudara Imam Ali Al Uraidhi. Melihat pemuda itu datang, Imam Ali langsung berdiri, menyambut dan bahkan ingin mencium tangannya. Tentu saja disanggah oleh Imam Muhammad Al Jawwad.
“Duduklah Tuan, semoga Allah merahmatimu”, kata Imam Muhammad.
“Bagaimana aku bisa duduk, sementara anda sendiri berdiri wahai Tuan”, jawab Imam Ali.
Ketika Ali Al Uraidhi kembali ke majlisnya, murid-muridnya dengan penuh heran bertanya, “Anda adalah paman ayah pemuda itu, kenapa anda melakukan hal demikian (begitu menghormati)?”.
Imam Ali menggenggam janggutnya, seraya berkata, “Bila Allah tidak memberikan keahlian kepada orang tua ini, dan memberikan keahlian pada pemuda itu, memposisikannya sesuai posisinya, apakah aku harus mengingkarinya? Aku berlindung kepada Allah dari apa yang kalian katakan!”.
Imam Ali Al Uraidhi termasuk seorang yang berusia panjang. Ini dikuatkan dengan adanya cerita diatas. Beliau masih sempat bertemu dengan cucu saudaranya yang sudah menjadi seorang pemuda.
Pada tahun 210 Hijriyah, Imam Ali Al ‘Uraidhi wafat. Beliau meninggalkan empat orang putera, yaitu Hasan, Ahmad, Ja’far Al Ashghar, dan Muhammad An Naqib. Muhammad An Naqib kelak menurunkan Isa Ar Rumi, yang menurunkan Imam Al Muhajir Ahmad. Imam Ahmad atau yang dikenal dengan gelar ‘Al Muhajir Ilallah’ inilah yang kelak hijrah ke Hadhramaut dan menurunkan para habaib di Hadhramaut.
Tulisan ini juga di publikasikan di www.al-zahra.co