Seperti Apa Model Studi Islam di Barat?
Hal lainnya tentang Studi Islam di Barat (khususnya Amerika Utara – Kanada termasuk, saya kurang tahu di Eropa) adalah adanya ujian bahasa asing selain Bahasa Inggris. Untuk mahasiswa S2 seperti saya, hanya perlu ujian satu bahasa. Untuk mahasiswa S3, harus ujian dua bahasa, biasanya salah satunya adalah bahasa keilmuan modern, seperti Jerman atau Prancis, di samping juga bahasa keilmuan dalam dunia Islam, seperti Arab, Persia, Turki, Urdu, atau Melayu.
Oleh: Annas Rolli Muchlisin
Di Indonesia, mahasiswa yang menaruh minat pada studi Islam biasanya berkuliah di kampus negeri, seperti IAIN/UIN atau di kampus swasta milik ormas keagamaan tertentu, seperti Universitas Muhammadiyah atau Nahdlatul Ulama atau milik pesantren seperti Ma’had Aly.
Kampus-kampus ini mengajarkan Studi Islam di beberapa fakultas yang berbeda, seperti di Fakultas Ushuluddin, Syariah, Adab, Dakwah, dan lain-lain. Tiap fakultas pun menawarkan konsentrasi/jurusan yang berbeda-beda pula, seperti Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT), Ilmu Hadis (Ilha), Sosiologi Agama (SA), Studi Agama-Agama (SAA), dan Aqidah dan Filsafat Islam (AFI) – ini contoh di UIN Jogja.
Di University of Toronto (UofT), mahasiswa yang hendak melakukan Studi Islam bisa mendaftar di jurusan (disebut Department) yang beragam pula, tapi tidak ada jurusan seperti IAT, Ilha, SA, SAA, atau AFI seperti lazim di tanah air.
Umumnya Studi Islam di sini bisa dikaji di Department for the Study of Religion (atau Religious Studies) – di mana Islam dan/atau Muslim Societies adalah satu di antara sekian agama dan kelompok masyarakat yang diteliti – atau di Near and Middle Eastern Studies – Islam dikaji sebagai bagian dari tradisi di Timur Dekat dan Tengah.
Selain di kedua Department tersebut, mata kuliah Studi Islam juga ditawarkan di Department lainnya, seperti di Area Studies (kajian kawasan, misalnya kajian Asia Tenggara maka fenomena keagamaan di sana juga diteliti), Medieval Studies, atau Divinity/Theology, dan lain-lain.
Baik di Department Religious Studies maupun Near and Middle Eastern Studies (juga di Department lainnya), tidak semua mata kuliah yang ditawarkan berkaitan dengan Studi Islam. Karenanya, mahasiswa diperbolehkan mengambil mata kuliah lintas jurusan/Department.
Misalnya, kami mahasiswa S2 di Department Religious Studies. Selain mengikuti mata kuliah wajib “MA Methods and Theory” dan mata kuliah pilihan seperti “Islamic Studies Gateway Seminar”, kami juga diperkenankan mengikuti kelas “Readings in the Qur’an and Tafsir” dan “Al-Jahiz and His Debate Partners” di Department Near and Middle Eastern Studies dan mata kuliah “Medieval Philosophy of Mind: Avicenna (Ibn Sina) on the Soul” di Department Medieval Studies.
Jika dulu saat S1 di IAT (Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir) UIN Jogja, bacaan kami lebih terfokus pada konsentrasi jurusan tersebut, di UofT sini kami harus mempelajari disiplin yang berbeda. Karya-karya Al-Jahiz barangkali tidak dipelajari di jurusan IAT, tetapi membaca risalah-risalahnya akan membawa kita pada perdebatan intelektual abad ke-9 M di Baghdad, yang pada gilirannya akan menghadirkan konteks perbincangan keilmuan saat itu, termasuk genre tafsir dan pergumulannya.
Selain itu, mahasiswa di sini juga diperbolehkan membuat kelas sendiri, menyusun silabus, bahkan memilih dosen pengampu. Kelas ini disebut “Directed Reading”. Di semester dua tadi, saya coba membuat kelas sendiri “the Qur’an and Its Historical Context” dan memilih Prof. Suleyman Dost sebagai pengampunya. Enaknya model ini adalah hanya ada kita dan professor di kelas tersebut, sehingga bisa berdiskusi lebih intens.
Hal lainnya tentang Studi Islam di Barat (khususnya Amerika Utara – Kanada termasuk, saya kurang tahu di Eropa) adalah adanya ujian bahasa asing selain Bahasa Inggris. Untuk mahasiswa S2 seperti saya, hanya perlu ujian satu bahasa. Untuk mahasiswa S3, harus ujian dua bahasa, biasanya salah satunya adalah bahasa keilmuan modern, seperti Jerman atau Prancis, di samping juga bahasa keilmuan dalam dunia Islam, seperti Arab, Persia, Turki, Urdu, atau Melayu.
Model ujiannya adalah menerjemahkan teks dari bahasa tersebut ke dalam Bahasa Inggris yang berlangsung selama 3 jam. Jika skor ujian bahasa tersebut di bawah standar maka harus diulang di periode selanjutnya.
Saya kemarin memilih ujian B. Arab klasik dan alhamdulilah tidak perlu mengulang, dan karena mata kuliah yang telah diambil sudah memenuhi SKS, jadi di summer term ini sudah bisa menulis Major Research Paper (semacam tesis), dan setelah itu selesai studi S2nya. Time flies so fast.
Tentang fasilitas, jangan ditanya. Dengan menggunakan akun mahasiswa, kita bisa mendownload buku-buku dari, misalnya, penerbit Brill. Ada pula fasilitas yang disebut “Interlibrary Loan”. Jika buku yang kita cari tidak tersedia di perpustakaan kampus maka kita bisa request di Interlibrary Loan tersebut, lalu buku tersebut akan dipinjamkan dan dikirimkan oleh perpustakaan kampus lain ke perpustakaan kampus kita atau artikel yang kita cari akan discankan oleh perpustakaan kampus lain tersebut dan filenya langsung dikirim ke alamat email kita!
Begitu sedikit deskripsi model perkuliahan di Akademia Barat. Yang tertarik, silakan memperjuangkannya. Yang tidak tertarik, cukup diabaikan, tak perlu mencibir. Life is as simple as that.
*) Penulis adalah alumnus Pondok Pesantren Darul Istiqomah Barabai dan Pondok Pesantren Rakha Amuntai. Saat ini kuliah di University of Toronto.
Baca Juga: Studi Islam di Barat, Berbahaya?