Santri Infinity, Why Not?
Santri Infinity adalah santri yang tidak membatasi diri hanya pada mempelajari ilmu awraq saja. Namun lebur pada ketakterbatasan Sifat Tuhan, yaitu dengan menjadi nol, mem-fana-kan segalanya dalam keEsaan Tuhan. Karena angka berapa saja, bila dikalikan dengan nol, hasilnya adalah Infinity.
Oleh: Khairullah Zain *)
Ada yang menarik pada simbol Hari Santri tahun 2022 ini, yaitu simbol infinity. Infinity berasal dari kata Latin infinitas, yang berarti ‘tak terbatas’. Simbol aslinya berbentuk pita atau dalam bahasa Latin: ‘lemniscate’.
Simbol ini mulanya diperkenalkan oleh seorang ahli matematika yang juga pendeta, John Wallis pada 1655.
Baca Juga: Ternyata Perancang Masjid Istiqlal Seorang Putra Pendeta!
John Wallis menciptakan simbol ini berdasar pada angka 1000 dalam penulisan Romawi. Angka 1000 digunakan bangsa Romawi untuk menunjukkan ‘tak terhitung’.
Wallahu A’lam, sejatinya Infinity yang dinotasikan ∞ adalah sebuah konsep, bukan sebatas bilangan atau angka.
Jauh sebelum Wallis membuat simbol Infinity, dunia sudah mengenal konsep ketakterbatasan. Sekitar abad ke-4 atau ke-3 SM, teks matematika Jain Surya Prajnapti telah menetapkan bilangan sebagai enumerable, innumerable, atau infinite.
Dalam matematika, ketakterbatasan adalah ketika sebuah bilangan dibagi dengan nol. Angka berapa pun bila dibagi nol hasilnya tidak dapat didefinisikan. Itulah tak terbatas.
Lantas, apa hubungannya konsep Infinity dengan santri?
Santri secara “lughatan” berasal dari bahasa Sanskerta, “shastri”. Shastri memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan. Ketika menjadi istilah, maka kata santri bisa kita definisikan dengan “seseorang yang mempelajari kitab suci, agama, dan pengetahuan”.
Dengan definisi tersebut, maka siapa pun yang mempelajari tentang kitab suci, agama, dan pengetahuan lainnya, layak disebut santri.
Tahap awal, biasanya santri belajar di pesantrian atau pesantren. Di lembaga ini mereka menjalani masa pendidikan, baik teori maupun pengamalan.
Selepas masa di pesantren, idealnya santri tidak berhenti belajar. Karena belajar di pesantren hanyalah masa pembentukan pondasi. Tahapan selanjutnya, bila ingin menjadi sebuah bangunan megah, santri harus terus menerus menjadi seorang pembelajar.
Karena pengetahuan tidak ada batasnya, maka mempelajarinya pun semestinya juga tidak ada batasnya.
Bila masa di pesantren santri mempelajari ilmu dari lembaran-lembaran kitab kuning, maka selepas masa pesantren kitab semesta telah siap untuk dipelajari. Bila sebelumnya hanya terbatas pada ilmu awraq, maka tahap selanjutnya idealnya mempelajari ilmu adzwaq.
Karena menurut dalam kitab Ar-Risalah An-Nuraniyah susunan Abah Guru Sekumpul, yang penulis telah mengikuti kajian kitab ini secara talaqqi kepada Abah Guru Sekumpul, secara garis besar ada dua kategori ilmu: ilmu awraq dan ilmu adzwaq.
Ilmu awraq adalah ilmu yang bisa ditulis di atas kertas, sementara ilmu adzwaq adalah ilmu yang hanya bisa dirasakan tanpa mampu digambarkan.
Ilmu Awraq meliputi ilmu syariat; tentang halal dan haram, ilmu al-Qur’an dan al-Hadits, dan semua ilmu-ilmu yang bisa diteorikan dan dituliskan diatas kertas. Sementara Ilmu Adzwaq adalah buah dari takwa dan mengamalkan ilmu awraq dengan ikhlas.
Cara mendapatkan ilmu adzwaq bukan dengan mempelajari kitab kuning sebagaimana Ilmu awraq, tapi dengan mengamalkannya.
Ilmu adzwaq ini tidak bisa dipelajari dari siapapun. Ini adalah ilmu yang diisyaratkan dalam Qs Al-Baqarah: 282:
“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah senantiasa mengajari kalian; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Dan dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaih wa aalih wa sallam:
“Sesiapa mengamalkan ilmu yang telah diketahuinya, niscaya Allah wariskan ilmu yang yang belum pernah diketahuinya.”
Inilah ilmu para sufi. Ilmu yang hanya bisa mereka rasakan tanpa mampu diungkapkan. Ilmu yang hanya mampu mereka saksikan tanpa bisa dikabarkan. Paling banter, mereka hanya bisa mengajarkan jalan (tarekat) untuk meraih ilmu tersebut.
Karena dalam dunia Sufi, konsep ketakterbatasan atau Infinity adalah konsep tentang Tuhan dan Sifat-sifat Nya. Sifat Tuhan Maha Tak Terbatas, berkebalikan dari sifat makhluk yang serba terbatas. Sifat-sifat makhluk hanya sebatas penampakan (baca: Tajalli) dari bagian kecil sifat Tuhan.
Ketika makhluk hanya mampu mendengar suara, maka Tuhan Maha Mendengar segalanya, tidak terbatas pada suara. Ketika makhluk hanya mampu melihat benda, maka Tuhan Maha Melihat segalanya, tidak terbatas pada benda saja. Demikian seterusnya.
Menjadi Santri Infinity adalah santri yang tidak membatasi diri hanya pada mempelajari ilmu awraq saja. Namun lebur pada ketakterbatasan Sifat Tuhan, yaitu dengan menjadi nol, mem-fana-kan segalanya dalam keEsaan Tuhan. Karena angka berapa saja, bila dikalikan dengan nol, hasilnya adalah Infinity.
Namun, untuk itu tentu saja santri memerlukan seorang guru pembimbing. Kapan-kapan, nanti akan kita bahas tentang guru pembimbing ini. Insya Allah.
Menurut Sampeyan?
*) Penulis adalah santri yang rutin hadir di pengajian Abah Guru Sekumpul sejak 1994 hingga beliau wafat tahun 2005.
Baca Juga: Ciri Murabbi Mursyid Sejati.